Sampai kapan kami harus melawan asap ini?
#masihmelawanasap.
Sebuah hastag yang kembali menjadi trend di kalangan
masyarakat terutama daerah yang terkena dampak bencana asap. Karna aku tinggal
di daerah yang terkena bencana asap ini, aku mau mengungkapkan kekecewaanku pada aparat
pemerintahan Indonesia.
Aku menyadari pemerintah memang sudah bergerak untuk
mengatasi tapi respon yang lambat membuat kami kecewa. Mungkin aku satu dari
sekian juta korban asap yang mengeluhkan ini.
Hampi 3 (tiga) bulan lebih kami harus menghirup asap ini.
Mulai dari asap kiriman provinsi tetangga hingga asap di provinsi sendiri.
Hampir 3 (tiga) bulan juga anak-anak tidak bersekolah dan walaupun sekolah
hanya mengambil tugas untuk dikerjakan. Bagi anak sekolah dan mahasiswa tingkat
awal, mereka mungkin senang karna libur tapi tidak dengan mahsiswa tingkat
akhir yang harus berkutat dengan skripsi dan admistrasinya. Keseringan libur
maka admististrasi tidak akan berjalan dan skripsi tertunda lalu wisuda
tertunda. Jika anak-anak sekolah dan mahasiswa liburkan bagaimana dengan
pegawai? Tentu saja seharusnya libur tapi itu tidak mungkin karna bagaimana
nanti proses administrasi dll nya dan mereka itu harus bekerja dengan masker
sepanjang hari.
Jika melihat isi media social seperti instagram,facebook dan
twitter mungkin kami ini terkesan alay dan tak jarang netizen yang tidak
terkena dampaknya mulai mencibir. Ada yang menulis begini, “Kenapa sih harus
ngadu ke presiden? Kenapa tidak ke pemda/pemko?”, “Kan asap aja, jgn terlalu
sering keluar rumah dan pakai masker aja”,”Kenapa gak langsung turun aja jgn
mengharap pemerintah”,”Jangan hanya menuntut pemerintah coba buktikan kemampuan
kalian?”. Miris membaca komen seperti ini, aku hanya bisa tertawa kecut dan
berkata dalam hati, coba deh kesini mbak/mas, rasakan bagaimana harus melakukan
semua aktivitas dalam kota yang oksigennya hanya berkisar 5% lalu untuk masalah
kenapa tidak turun langsung? Gimana mau turun kalau kita sendiri dari sisi
prasarana itu tidak memadai. Ibarat mau menghapus sebuah tulisan di kertas tapi
tidak punya penghapus atau mau menghapus tulisan didinding besar tapi hanya
punya sebuah penghapus kecil. Bahkan aku pernah membaca ada yang menulis “ini
adalah azab tuhan.”
Azab tuhan?Benar,ini memang azab tuhan dan lebih tepatnya
azab tuhan yang ditunjuk karna keserakahan oknum tertentu dalam hal pembukaan
lahan tampa berpikir tentang hak makhluk hidup yang ada. Hak untuk kami sebagai
manusia, hak hewan untuk hidup dan juga hak bagi tumbuhan untuk hidup.
Menurut indeks konsentrasi partikulat, konsentrasi > 350
itu sudah termasuk katagori berbahaya dan di Riau khususnya Pekanbaru pernah mencapai 900 dan
yang paling bombastis itu di Palangkaraya yang langitnya sudah berwarna
orange dengan konsentrasi partikulat nyaris nyentuh indeks 3.000. Berdasarkan
artikel yang aku baca dari web klikpostif.com, menurut penelitian EPA melalui
uji laboraturium di Lousiana State University mendapatkan fakta bahwa asap dari
pembakaran hutan/kayu itu 12 kali lebih berbahaya dari asap rokok. Hal ini
setara dengan kita menghirup 4-16. Berdasarkan penelitian itu juga dipaparkan
bahwa zat kimia dari pembakar itu tergolong kedalam zat yang berbahaya dan
beracun karna dapat menyebabkan kanker seperti zat benzene, benzopyrena dan
dibenzoanthracena.
Coba bayangkan jika 1 batang rokok itu punya memiliki 4000
senyawa berbahaya maka bagaimana dengan kami yang menghirup asap ini. Jika 1
hari itu setara dengan 4-16 batang, kita ambil asumsi 16 batang karna status
indeks konsentrasi partikulat itu sudah di ambang batas maka coba dihitung jika
kami yang sudah menghirup ini selama 3 (tiga) bulan. 1 hari = 16 batang maka 16*90 (asumsi 1 bulan
sama dengan 30hari)= 1440 batang dan 1 batang rokok itu = 4000 senyawa
berbahaya,bisa kalian tebak sendiri berapa banyak senyawa berbahaya pada diri
kami ini dan FYI, masyarakat Riau sudah mengalami ini selam 18 tahun dan terjadi setiap tahunnya. Mungkin paru-paru kami terbuat dari baja. Nyawa kami terkesan tak
berharga dengan lambatnya penanganan.
Sudah 10 nyawa meninggal karna asap ini dan masih ada jutaan
nyawa lagi yang siap menerima resikonya. Adapun dampak langsung yang terasa
oleh tubuh kami seperti sesak napas, pusing, batuk, mata merah hingga harus
terkena virus yang penyebarannya melalui udara dan nama virusnya pseudomonas yang mana virus ini akan
menggerogoti tenggorokan penderitanya.
Selain itu, berdasarkan penelitian Dr. Klirk R. Smith dari University of
California, Berkeley mengatakan bahwa anak-anak dan bayi sebaiknya dijauhkan
dari orang-orang yang merokok dan tempat pembakaran kayu karna itu akan
berdampak dikemudian hari. Orang yang
menghirup asap akan berdampak sekitar 5-10 tahun kedepan seperti kebodohan
(menurunnya kapasitas volume otak karna otak yang mengecil) dan kanker
paru-paru. Dan ini lebih berbahaya jika terjadi pada janin karna tidak perlu
menunggu 5-10 karna mereka lebih beresiko menjadi idiot /bodoh ketika
dilahirkan.
Hari ini aku baca berita, kalau kami para korban asap ini
akan di evakuasi. Apa? Evakuasi? Mau kemana? Bagaimana dengan sekolah kami?
Kerjaan kami? Kadang entahlah. Jika membahas tentang ini maka tak akan ada
habisnya. Belum kerugian perekonomian dari provinsi sendiri ,bagi rumah
tangga,pedagang yang barang jualannya tidak begitu laku, petani yang gagal
panen, kerugian kesehatan,kerugian waktu. Aku tak tahu harus berkata apalagi.
Sekarang hanya bisa mengembalikannya ke pada Allah SWT sebagai Tuhan Semesta
Alam, berharap Allah SWT segera mengampuni segala dosa kami dan memberikan
rahmat-Nya pada kami ini.
Dan untuk pemerintah Indonesia tercinta, kami hanya ingin
HAK kami agar dapat hidup dengan layak dan mendapatkan udara bersih seperti
yang kalian hirup. Bukankah setiap warga Negara itu mempunyai HAK untuk hidup
dan itu diatur dalam undang-undang?.
Oh ya aku juga sempat membuat video pendek, semoga mereka
ada yang tergerak hati untuk mempercepat geraknya.
Komentar
Posting Komentar